Pengertian PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI)

 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut atas setiap pertambahan nilai yang muncul karena adanya pemakaian faktor-faktor produksi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyediakan, memproduksi, dan memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

PPh Pembelian Barang/PPh Pasal 22

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), PPh Pasal 22 merupakan iuran atau pungutan pajak yang dilakukan suatu pihak kepada wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan suatu barang.

Ketentuan PPh Pasal 22 ini terbilang rumit, mengingat baik dari objek, tarif, hingga pemungutannya sangat bervariasi.

Umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap barang dagangan yang dianggap menguntungkan, sehingga baik dari penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut.

Oleh karena itu, PPh Pasal 22 bisa dipungut baik saat penjualan maupun saat pembelian.

PPh Pasal 22 ini dipungut oleh:

Bendahara Pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi/lembaga pemerintah dan lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan suatu barang.

Badan tertentu, baik swasta maupun pemerintah berkaitan dengan kegiatan ddi bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya.

Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan suatu barang tergolong sangat mewah.

Tarif atas PPN dan PPh Pembelian Barang

Tarif PPN atas pembelian barang adalah 10% dari nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau harga barang itu sendiri.

Sedangkan tarif PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan bendahara pemerintah, BUMN adalah sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.

Tarif PPh Pasal 22 ini juga terdapat pada UU PPh terkait pemungut dan objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4.

Cara Menghitung PPN dan PPh Pasal 22

 

 

 Sebelum melihat contoh kasus yang akan dibahas pada poin ini, ada baiknya Anda memahami terlebih dahulu batas harga belanja yang dapat dikenakan dan tidak dapat dikenakan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22).

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, berikut ini batasan nominal belanja yang dikenakan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22) apabila pembayaran dilakukan oleh pemungut seperti Bendahara Pemerintah:

Belanja barang yang nilai atau harganya di bawah Rp2.000.000 hanya dikenakan PPN.

Sedangkan belanja barang yang nilai atau harganya di atas Rp2.000.000 akan dikenakan PPN dan PPh Pasal 22.

Sedangkan, masih dalam peraturan yang sama, apabila pembayaran dilakukan oleh pemungut seperti BUMN, maka:

Belanja barang yang nilai atau harganya di bawah Rp10.000.000 hanya dikenakan PPN saja.

Sedangkan belanja barang yang nilai atau harganya di atas Rp10.000.000 akan dikenakan PPN dan PPh Pasal 22.

Contoh kasus:

Pada tanggal 27 November 2017 melakukan pembelian Komputer senilai Rp4.400.000.

Dalam hal ini pemungutnya adalah bendahara pemerintah. Berarti, atas pembelian barang ini dikenakan PPN dan PPh Pasal 22 sesuai dengan keterangan di atas.

Cara menghitungnya:

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 100/110 x Rp4.400.000 = Rp4.000.000

PPN yang dipungut = 10% x Rp4.000.000 = Rp400.000

Sedangkan, cara menghitung PPh pembelian barang (PPh Pasal 22) adalah:

DPP = Rp4.000.000

PPh Pasal 22: 1,5% x Rp4.000.000 = Rp60.000

Demikian tentang cara menghitung pajak PPN dan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22). Semoga bermanfaat!



Mengenal Pajak Pertambahan Nilai, Daftar Barang dan Jasa Kena Pajak

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

Dasar aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) tertuang dalam Undang-undang (UU) tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

1.   penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

2.   impor Barang Kena Pajak;

3.   penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

4.   pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

5.   pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

6.   ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

7.   ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

8.   ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

 

Penyerahan Barang Kena Pajak

Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

1.   penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;

2.   pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);

3.   penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;

4.   pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;

5.   Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;

6.   penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;

7.   penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan

8.   penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

 Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

1.   penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;

2.   penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;

3.   Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;

4.   pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan

5.   Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”

Lalu, apa saja barang dan jasa yang menjadi objek pajak dalam PPn? Berikut ini daftarnya.

Barang Kena Pajak

Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenakan PPN berdasarkan UU PPN yang direvisi dalam UU HPP. Barang Kena Pajak meliputi seluruh barang selain yang dimaksud pada Pasal 4A ayat (2) dan pasal 16 UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

1.   barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

2.   makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan

3.   uang, emas batangan, dan surat berharga.

Jasa Kena Pajak

Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenakan PPN berdasarkan UU PPN yang direvisi dalam UU HPP. Jasa Kena Pajak meliputi seluruh jasa selain yang dimaksud pada Pasal 4A ayat (3) dan pasal 16 UU HPP. Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

1.   jasa pelayanan kesehatan medik;

2.   jasa pelayanan sosial;

3.   jasa keuangan;

4.   jasa asuransi, kecuali jasa penunjang asuransi termasuk agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi. (diatur dalam passl 16);

5.   jasa keagamaan;

6.   jasa pendidikan;

7.   jasa kesenian dan hiburan;

8. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

9. jasa tenaga kerja;

10. jasa perhotelan;

11. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;

12. Jasa penyediaan tempat parkir;

13. Jasa boga atau catering

Pengolahan pajak pertambahan nilai sangat berkaitan dengan faktur, baik itu faktur keluaran ataupun faktur masukan. Dengan lahirnya teknologi e-Faktur pengolahan faktur menjadi lebih mudah dan efisien.

E-Faktur sangat memudahkan pengadministrasian pajak. Apalagi bila faktur dikelola dengan teknologi tarra e-faktur pajakku, yang memungkinkan pengolahan puluhan ribu faktur secara sekaligus.

Segera efisienkan waktu Anda dengan bergabung bersama ribuan perusahaan pengguna Pajakku.

Serahkan pengelolaan pajak Anda kepada Pajakku sebagai mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2005. Platform digital Pajakku mampu menjalankan urusan kewajiban perpajakan secara end to end. Dari mulai proses hitung, setor, dan lapor dengan lisensi resmi Ditjen Pajak.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Penghapusan

Penghapusan sarana prasarana pendidikan

Pengertian Pengawasan dan penilaian sarana prasarana pendidikan.