PENYIMPULAN LANGSUNG DEDUKTIF
A. A. Pengertian penyimpula
Penyimpulan adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu.
Dalam dan dengan kegiatan itu ia bergerak menuju ke pengetahuan yang baru, dari
pengetahuan yang telah dimilikinya itu. Disebut kegiatan manusia karena
mencakup seluruh diri manusia, meskipun akal budinya yang memegang tampuk
pimpinan.
Penyimpulan merupakan materi penting dan utama dalam logika.
Karena melalui penyimpulan, akan berpindah dari sesuatu yang diketahui menuju
sesuatu yang tidak diketahui, sehingga maksud dan tujuannya bisa tercapai.
Penyimpulan (inferensi) adalah penalaran (perpindahan akal)
dari sesuatu yang diketahui menuju sesuatu yang tidak diketahui dengan menggunakan
perantara yang telah diketahui, sebagai alat, menuju yang belum diketahui.
Penyimpulan merupakan sesuatu aktifitas yang dilakukan
manusia yang pikiran mendapatkan pengertian baru (hal yang belum diketahui)
melalui hal yang sudah diketahui. Aktivitas pemikiran yang dilakukan manusia
pada dasarnya bukan hanya bertumpu pada akal, tetapi seluruh kemanusiaan kita,
seperti dorongan-dorongan dari dalam, yaitu cinta, perasaan, suka, tidak suka,
sentiment pribadi dan sebagainya, seringkali mempengaruhi jalan pikiran
seseorang, baik dalam arti yang baik maupun yang tidak baik. Oleh karenanya
kita harus selalu kritis terhadap hal-hal yang mewarnai jalan pikiran atau isi
pikiran. Bagaimana sebenarnya proses pemikiran itu terjadi? Proses pemikiran
manusia boleh dikatakan sebagai suatu pergerakan mental dari suatu hal yang
diketahui menuju ke hal yang belum diketahui, dari proposisi yang satu ke
proposisi yang lainnya.
Contoh :
- Dari realitas dunia, kita kemudian bisa berpikir tentang
eksistensi Tuhan.
- Dari perbuatan-perbuatan yang kita lakukan, kita bisa
berpikir tentang kemerdekaan kehendak.
Hal yang sudah diketahui itu terdiri dari dua term yang
telah diketahui sebagai suatu yang benar. Dua term itu berbentuk dua proposisi
yang biasa disebut premise (dasar pikiran atau alasan). Dengan suatu proses
pemikiran, kemudian akal melihat adanya hubungan diantarapremise-premise
tersebut, dan sekaligus pula menemukan kebenaran ke-3, yaitu suatu yang niscaya
muncul berkat adanya hubungan dalam premise-premise. Kebenaran ke-3 inilah yang
sering disebut dengan konklusi.
Jadi setiap bentuk pemikiran sebenarnya terdapat peristiwa
membandingkan, menentukan adanya hubungan atau tidak, kemudian menyimpulkan
sesuatu yang niscaya muncul dari hubungan tersebut. Dengan demikian setiap
pemikiran paling sedikit mengandung tiga proposisi, yaitu proposisi sebagai
premise, dan satu proposisi sebagai kesimpulan.
Secara garis besar ada dua macam cara berpikir, atau cara
menarik kesimpulan yang bertolak dari hal-hal yang sudah diketahui menuju
pengetahuan yang belum diketahui. Kedua macam berpikir atau menyimpulkan itu
ada penyimpulan langsung dan tidak langsung.
B. Macam – Macam Penyimpulan
1. Dari sudut bagaimana terjadinya, kita menemukan :
Ø Penyimpulan yang langsung (secara intuitif).
Penyimpulan langsung adalah penyimpulan di mana kita secara
langsung dan begitu saja menarik sebuah kesimpulan dari sebuah premis atau
satu-satunya premis yang ada. Penyimpulan semacam ini merupakan sebuah proses
dimana kita berpikir untuk menemukan sebuah proposisi baru atas dasar proposisi
yang sudah kita miliki, yang berbeda dari yang baru namun tetap merupakan
proposisi yang harus mengikuti ide atau gagasan yang terdapat pada proposisi
yang lama.
Penyimpulan langsung sifatnya terbatas, yaitu hanya tentang
sebuah proposisi baru dan bukan tentang sebuah kebenaran baru. Atas dasar
kebenaran atau ketidakbenaran sebuah proposisi, kita menyimpulkan kebenaran
atau ketidakbenaran proposisi yang lainnya. Jadi, jika kita menyatakan bahwa
orang Indonesia bukan orang Amerika, maka dapat disimpulkan (langsung) bahwa
orang Amerika bukan orang Indonesia. Penyimpulan semacam ini disebut pembalikan
atau konversi. Demikian juga bila kita menyatakan bahwa pernyataan semua orang
Jawa adalah orang Indonesia adalah benar, ini berarti pernyataan tidak ada
satupun orang Jawa yang adalah orang Indonesia adalah salah. Proses penyimpulan
seperti ini disebut perlawan atau kontraris.
Dalam penyimpulan ini tidak diperlukan
pembuktian-pembuktian. Secara langsung disimpulkan bahwa subyek (S) = predikat
(P). Hal ini terjadi pada azas-azas pemikiran, pembalikan dan perlawanan,
ekuivalensi ( misalnya = tidak semua orang kurus = beberapa orang kurus) dan
keputusan-keputusan langsung ( misalnya = ini hijau, budi dsb.).
Ø Penyimpulan yang tidak langsung.
Penyimpulan tidak langsung adalah proses penyimpulan dimana
kita menarik sebuah kesimpulan melalui dua premis atau lebih yang dipersatukan.
Penyimpulan ini merupakan proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas
dasar penggabungan proposisi- proposisi yang lama. Inilah yang disebut
penalaran dalam arti sempit. Penalaran ini bermula dari sebuah kebenaran
tertentu menuju pada kebenaran yang baru yang berbeda dari yang lama, tetapi
tetap mendasarkan diri pada kebenaran yang lama tersebut.
Contoh :
Semua orang Jepang berasal dari bangsa ainu.
Hayashi adalah orang Jepang.
Jadi, Hayashi adalah keturunan bangsa ainu.
Model penyimpulan seperti ini ada dua macam, yaitu deduksi
dan induksi. Dalam penyimpulan deduktif, proses penalaran kita bertolak dari
pengetahuan yang bersifat universal menuju pengetahuan yang sifatnya partikulah
konkret. Adapun dalam penyimpulan induktif kita bergerak (melalui akal budi
kita) dari dua premis atau lebih menuju kesimpulan yang bersifat lebih umum
bila dibandingkan dengan salah satu atau kedua premisnya.
Penyimpulan ini diperoleh dengan menggunakan term-antara
(M). Dengan term-antara diberikan alasan mengapa subyek (S) = predikat (P) atau
subyek (S) ≠ predikat (P).
2. Juga dapat dilihat dari sudut isi (benar) dan bentuk
(lurus) nya.
Kesimpulan pasti benar:
Ø Apabila premisnya benar dan tepat. Hal ini adalah
sudut material penyimpulan.
Ø Apabila jalan pikirannya lurus. Artinya, hubungan
antara premis dan kesimpulannya haruslah lurus. Dan inilah sudut formal suatu
penyimpulan.
3. Dilihat dari segi cara penarik kesimpulan.
Ø Penyimpulan Deduktif
Penyimpulan yang dilakukan berdasarkan premis-premis berupa
kebenaran umum yang kemudian ditarik kesimpulan sebagai kebenaran baru. Penyimpulan
deduktif diukur berdasarkan tingkat validitas. Dalam penyimpulan deduktif yang
benar, kesimpulan atau konklusi selalu valid atau sahih lantaran kesimpulan
sebenarnya sudah terkandung dalam premis. Karena itu kebenaran dalam deduksi
sangat tergantung pada kebenaran-kebenaran dalam premis. Maka, kesimpulan yang
lurus dalam metode deduktif ini selalu sahih, bahkan dari materi yang tidak
benar.
Ini tampak jelas dalam silogisme :
Semua bin
atang mempunyai sayap
Semua mobil adalah binatang
Jadi, semua mobil mempunyai sayap
Jika benar bahwa semua binatang mempunyai sayap dan benar
juga bahwa semua mobil adalah binatang, maka kesimpulan bahwa semua mobil mempunyai
sayap itu sangat valid. Atau Jika pasien menderita disentri maka dia pasti sakit
perut Ternyata pasien menderita disentri Kalau begitu dia pasti sakit perut Karena
kesimpulan sudah terkandung dalam premis maka prinsip dalam penyimpulan
deduktif mengatakan bahwa kesimpulan tidak boleh lebih besar dari premis.
Kalau kesimpulan lebih besar berarti ada tambahan yang diberikan pada
kesimpulan, dan ini akan membuat kesimpulan menjadi tidak logis.
Misalnya :
Semua yang belajar di perguruan tinggi adalah mahasiswa
Sebagian besar yang berdemo itu belajar di perguruan tinggi
Jadi semua yang berdemo itu adalah mahasiswa
Premis hanya berbicara tentang sebagian besar yang berdemo,
tetapi kesimpulan justru mengatakan tentang semua yang berdemo.
Ø Penyimpulan Induktif Penyimpulan yang dilakukan
berdasarkan premis-premis berupa kebenaran individual kemudian ditarik
kesimpulan sebagai kebenaran baru dengan cara analogi atau generalisasi.
Pada prinsipnya penyimpulan induktif dan penyimpulan
deduktif sama-sama menggunakan premis-premis dari proposi kategoris. Namun
kesimpulan yang ditarik dalam penyimpulan induktif selalu lebih besar daripada
premis. Maka dalam penyimpulan induktif kita tidak bisa tentang sahih dan tidak
sahih, melainkan tingkat probabilitas. Kualitas penyimpulan induktif terletak
pada tingkat probabilitasnya. Karena penyimpulan induktif hanya berujung pada
tingkat probabilitas itulah maka kebenaran-kebenaran dari penyimpulan induktif
selalu hanya bersifat sementara.
Walaupun kebenaran dari penyimpulan induktif hanya sampai
pada tingkat probabilitas tidak berarti bahwa kesimpulan-kesimpulan induktif
harus ditolak. Kebenaran-kebenaran induktif tetap harus diterima terutama yang
punya tingkat probabilitas yang tinggi. Kebenaran-kebenaran dengan
tingkat probabilitas yang tinggi akan menciptakan kredibilitas rasional
yang tinggi pula. Artinya akal sehat akan menerima kesimpulan ini dan bisa
menjadikannya sebagai dasar pengandaian. Misalnya, jika hukum fisika mengatakan
air itu pengantar listrik yang baik, maka ketika terjadi banjir dan stop kontak
sudah terendam banjir, lampu harus dipadamkan, untuk menghindari orang
tersengat listrik ketika berjalan dalam genangan air.
Supaya kredibilitas rasional terhadap suatu kesimpulan
induktif semakin kuat maka tingkat probabilitas dari kesimpulan induktif itu
harus ditingkatkan.
B. Hukum Penyimpulan
Berdasarkan asumsi bahwa bentuk penalaran itu sahih, maka
hubungan kebenaran antara premis dan konklusi dalam penalaran sebagaimana
dikemukakan Soekadijo (1998) dapat dirumuskan menjadi hukum-hukum berikut :
Ø Apabila premisnya benar maka konklusinya adalah
benar.
Ø Apabila premisnya salah maka premisnya dalam
penalaran juga salah. Akan tetapi apabila premis penalaran salah, belum
tentu konklusinya salah.
Contoh:
Jin itu benda pisik
(premis dapat salah). Batu itu jin.
Jadi batu itu benda pisik (konklusi dapat benar).
Dari point b diatas dapatlah dirumuskan hukum berikutnya:
Ø Apabila premisnya salah, konklusi dapat benar
dapat salah. Akan tetapi, apabila konklusi benar, belum tentu premisnya benar.
Ø Apabila konklusi benar, premis dapat benar
dapat salah.
Sehubungan dengan baiklah diberikan hukum-hukum yang berlaku
untuk segala macam penyimpulan. Beginilah bunyinya :
Ø Jika premis-premis benar, maka kesimpulan juga
benar.
Ø Jika premis-premis salah, maka kesimpulan dapat
salah, tetapi dapat juga kebetulan benar.
Ø Jika kesimpulan salah, maka premis-premis juga
salah.
Ø Jika kesimpulan benar, maka premis-premis dapat
benar, tetapi dapat juga salah. Dengan ini dikatakan bahwa :
Ø Jika premis-premis benar, tetapi kesimpulan
salah, maka jalan pikirannya (bentuknya) tidak lurus.
Ø Jika jalan pikirannya (bentuknya) memang lurus,
tetapi kesimpulannya tidak benar, maka premis-premisnya salah. Dari salahnya,
kesimpulan dapat dibuktikan salahnya premis-premis.
D. Model Penyimpulan
1. Penyimpulan Oposisional
Penyimpulan oposisional adalah penyimpulan yang dilakukan
dengan cara memperlawankan dua proposisi sebagai premis dan konklusi, dengan
kelas subyek dan predikatnya sama tetapi berbeda dalam kuantitas dan/atau
kualitas.
Penyimpulan dalam bentuk oposisi adalah salah satu dari
penyimpulan langsung. Karena itu premis pada penyimpulan ini hanya mengandung
satu proposisi saja. Artinya, dari satu proposisi ini langsung ditarik
kesimpulan. Cara yang ditempuh dalam penyimpulan oposisional adalah dengan
membuat perlawanan antara premis dan kesimpulan yang mempunyai kelas subyek dan
predikatnya sama namun berbeda dalam kuantitas dan kualitas secara
bersama-sama, atau hanya salah satunya saja, entah kuantitas saja atau kualitas
saja.
2. Penyimpulan Konversi (Pembalikan)
Penyimpulan konversi dilakukan dengan menukarkan tempat
kelas subyek dan kelas predikat pada proposisi tanpa mengubah kualitas. Penyimpulan
konversi atau pembalikan termasuk dalam model penyimpulan langsung yang menggunakan
satu proposisi saja. Penyimpulan model ini dilakukan dengan membalikkan
atau mempertukarkan subyek dan predikat tanpa mengubah kualitas dan kebenaran
proposisi, sementara kuantitasnya harus disesuaikan. Akan menjadi jelas disini
bahwa luas term predikat harus juga mendapatkan perhatian.
3. Penyimpulan Silogisme
Penyimpulan silogisme adalah penyimpulan yang dilakukan
dengan menggunakan lebih dari satu proposisi yang berhubungan sedemikian rupa
sebagai premis, sehingga bisa ditarik proposisi baru sebagai konklusi.
Secara etimologis, silogisme diambil dari kata Yunani
silogismos, artinya penggabungan dalam konteks penalaran (syn: bersama dengan
dan logizesthai: menyimpulkan). Penggabungan menggambarkan bahwa proposisi yang
berfungsi sebagai premis itu jumlahnya lebih dari satu. Karnanya, kalo oposisi
dan konversi adalah model penyimpulan langsung (menggunakan satu proposisi saja
sebagai premis), silogisme termasuk dalam penyimpulan tidak langsung karena
menggunakan lebih dari satu proposisi sebagai premis. Dalam hal ini silogisme
yang juga merupakan bentuk penyimpulan deduktif, menggunakan dua proposisi
sebagai premis untuk menarik konklusi. Disini proposisi-proposisi yang terkait
sebagi premis ini berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga sebuah
kesimpulan bisa ditarik dari sana
Komentar
Posting Komentar